Hi, selamat datang kembali !
Gue bukan mau bercerita tentang pengalaman gue di kampung halaman atau ketika liburan, tapi cerita beberapa hari yang lalu sebelum gue balik ke Jakarta dan mampir sebentar ke kota Bandar Lampung.
Alhamdullilah banget, tulisan gue sebelumnya tentang HIV yang kamu bisa baca selengkapnya di sini -> How do i get tested bisa menginspirasi, oh no sorry mungkin lebih tepatnya memotivasi beberapa orang untuk akhirnya ikutan buat tes juga. Belum bisa kasih effort yang besar sih, tapi setidaknya bisa bermanfaat itu rasanya gimana gitu. Yeay !
Love your self – Hal yang paling gue tekanin bagi mereka yang mau denger cerita gue. Gue gak akan nasehatin bla-bla bla atau yang gimana-mana. Karena balik lagi, ini sifatnya privasi (mostly) dan kita gak berhak kepoin atau recokin mereka banyak-banyak.
Agak random memang, semingguan yang lalu i meet a stranger from another planet (panggil aja gitu) yang contact gue secara tidak langsung dan singkat cerita dia bilang
“Ayo, temenin gue tes”
What ?!!
Gue bukan seorang konsulen atau semacamnya sebelumnya. Dan niat gue yang tadinya cuma cerita doang akhirnya membuat dia kekeuh banget buat tes. Sayang, posisi dia tinggal di luar kota. Dan waktu itu obrolan kita selesai sampai disitu.
Oke. Selesai.
Dari obrolan kita sebelumnya, gue bisa tau sih sepertinya dia memang sedikit gelisah dengan kondisinya. I dont wanna judge-ing apa riwayat dia sebelumnya. Dia gak pernah cerita sepenuhnya tentang apa yang udah terjadi sama dirinya. Dia berpontensi karena faktor apa gue juga gak tahu. Tapi dia butuh bantuan. Setidakn membuat dia sedikit merasa baikan. Gue udah cukup seneng lah.
Gue bilang kalau gue ke Bandar Lampung sebelum gue pulang ke Jakarta, dan gue tawarkan dia untuk tes aja di bandar Lampung. Gue gak nyangka dia antusias banget padahal rumahnya jauh banget. Dan dia bilang “Oke, gue ke harus ke Bandar Lampung”. Dan di saat itu juga gue sadar. Gue juga gak tahu dimana tempat tesnya -.-‘
Segera gue searching berbagai macam keyword gimana caranya tes hiv atau biasanya orang bilang tes VCT (Voluntary Counseling Test) di Bandar Lampung. Agak sulit cari info soal tes HIV ini, kebanyakan info adalah berita lama atau update blog yang udah sekian tahun lalu. Kayaknya juga tes HIV gak se-famous penyakit penyakit yang lainnya. Walaupun pada kenyataannya di lapangan, buanyaaak buanget yang pengen tes tapi gak tau caranya. Biasa men, hal-hal semacam ini masih tabu banget sampe sekarang terutama bagi mereka yang di daerah. Konotasinya negatif aja. Padahal mah yah semua jenis penyakit juga sama aja. Indonesiah bro !
Akhirnya dapat nih dari situs KPA (Komisi Penanggulan Aids) Provinsi Lampung, daftar tempat-tempat layanan konseling dan tes HIV di Lampung, Komisi Penanggulangan Aids Lampung salah satunya di RSUD Abdoel Moeloek. Sayang, webnya kurang update dan kalaupun kita search google pun informasi yang lain juga udah lama-lama gitu. Jadi tetap harus cross-check lagi valid atau gak nya.
Oke akhirnya, pertemuan gue pertama kali dengan orang yang gak gue-tahu- sebelumnya mengantarkan kita ke RSUD Abdoel Moeloek. Buat teman-teman yang diluar sana yang belum tahu dimana RSUD Abdoel Moeloek, lokasinya ada di sini
Gampang kok cari tempatnya, tinggal ikutin jalan Teuku Umar sebagai jalan utama sebelum masuk kawasan pusat kota aja. Bisa kamu mapping atau waze-in. Nanti kamu bakal di sambut sama gerbang dan bangunan yang hmm yaaa, hmmm klasik kali yah mungkin gue nyebutnya.
Oke, segera gue masuk dan cari yang Klinik VCT. RSUD Abdoel Moeloek gak begitu besar dan luas sih, cuma kayaknya panjang ke belakang. Seperti rumah sakit daerah juga, kondisinya sedikit (maaf) semrawut dan gak banyak papan pengumuman yang bisa membantu di sana. Termasuk costumer service-nya yang kita tanyain malah pasang muka sewot dan gahar, karena kita nanyanya pas dia lagi buka kotak bekal di meja kerjanya sambil ngadep kipas angin segede gaban yg di taro tepat dimukanya. Padahal waktu itu masih jam 9 pagi. Dia ngasih tau kita dimana klinik VCT dengan (tidak) jelas dan agak jutek. Salah timing kayaknya gue. hahaha ..
Akhirnya tetap aja kita tanya lagi pegawai lain, dan akhirnya dia nunjukin klinik VCTnya dengan kode ” ke kiri, terus ke kanan, terus lurus lagi, kanan lagi, mengkol sedikit, terus lurus sampai mentok “. Fine… im fineee … thankyuuuu …good byee.. Dan kita memutuskan untuk cari sendiri aja. #Akurapopo #Akustrong
Setelah kita muter-muter akhirnya ketemu juga klinik VCTnya. Lokasinya beneran, beneran mentok di paling ujung gang dari lorong rumah sakit bagian apa gitu lupa. Dan tempatnya terpisah dari bagian gedung rumah sakit.
Lumayan sih tempatnya, cukup bersih dan agak tenang walaupun setelah masuk ke bangunannya rada sedikit sempit, bersekat-sekat dan cuma ada tiga kursi duduk buat ruang tunggu. Gue gak poto-poto banyak karena gak etis aja rasanya.
Setelah menunggu sebentar, temen gue dipersilakan masuk di ruang adminstrasi untuk di data identitasnya. Termasuk disuruh perlihatkan KTP-nya. Di sini gue mulai agak gimana gitu. Bukan bermaksud membandingkan pas gue tes juga di Ruang Carlo, RS Carolus. Di sana (jakarta), gue cuma dikasih selebaran kertas biodata yang disuruh isi sendiri dan tanda tangan beberapa informed consent. Bahkan kayaknya kalau mau isi tipu-tipu pun biodata kita itu gak masalah, asal tanggal lahir tetap sesuai asli karena buat data statistik aja. Sebaliknya, teman gue di suruh duduk di depan sebuah komputer, di tanya KTP, sambil di data macam orang mau buka rekening di bank.
Dan parahnya lagi, temen gue diberi pertanyaan oleh petugasnya dengan pertanyaan yang menurut gue itu termasuk pertanyaan privasi. Gak masalah sih sebenarnya dengan konten pertanyaannya. Karena memang yang tanya adalah riwayat kehidupan kita selama ini, tapi di situ ada beberapa petugas yang ikut nimbrung juga. Kayak lo di sidang sama guru BP dan yang lainnya pura-pura sibuk padahal kuping siap tangkap suara gitu. Jelas teman gue bilang ke gue, dia merasa terintimidasi. Saran gue sih kalau ada yang ke sana jawab aja pertanyaan petugasnya ala-kadarnya. Pelayanannya juga ala-kadarnya juga. Atau memang standarnya segitu. Gak perlu jujur-jujur amat kok, mereka gak peduli-peduli amat sama cerita kita, kayaknya mereka perhatiin adalah pasiennya. Buat bahan gosip (mungkin). Harusnya orang kesitu diberi kenyamanan dan kelegaan, ini malah ditambah pressure yang lain. Duh !
Belum selesai sampai di situ, setelah di data teman gue di beri surat pengantar untuk dibawa ke ruang patologi klinik untuk di ambil darahnya dan diperiksa. Selain itu ternyata, euy, dikenakan biaya untuk pemeriksaan VCT. bukannya dimana-mana GRATIS yah !
Walaupun biaya administrasinya tidak begitu besar dibandingkan kalau kita tes di klinik swasta sih, tetap aja menurut gue tes semacam ini tidak seharusnya dikenakan biaya. Gue pikir ini adalah subsidi dari pemerintah. Untuk obat-obatan aja gratis kan. Terlebih lagi pasien ini dalam kondisi datang sendiri. Atas kesadarannya sendiri. Susah kali orang mau secara sukarela melakukan tes ini. Konseling yang dilakukan menurut gue juga bukan konseling sih, ya kayak interview kerja gitu. Sifatnya lebih ke satu arah dan belum lagi ke-privasian pasien yang ditanya-tanya itu kayaknya gak diperhatikan. Nah kan jadi gue yang sewot !
yasudah, lanjut lagi yah #sambilkipaskipas, setelah dapat surat pengantar, kita menuju ke patologi klinik untuk pemeriksaan darah. Tempatnya dari klinik VCT lumayan jauh, agak dalem-dalem juga. Depan ruang alamanda kalau gak salah. Gue pikir pelayanannya VCT bisa dilakukan satu atap jadi bisa lebih mudah. Ternyata yaah, pasien biasa mah bisa apa sist. Setelah diambil darah, katanya hasil baru bisa diterima setelah 2 jam kemudian. Waktu itu sekitar pukul 10 dan kita putuskan jam 12 balik lagi ke patologi klinik buat ambil hasilnya. Okelah, kita tunggu sambil ngadem dulu.
dua jam berlalu
jam 12 kita balik lagi ke patologi klinik dan hasilnya belum keluar men. Petugasnya bilang (dengan nada sedikit jutek juga) hasil biasanya keluar jam 1 atau jam setengah dua siang. Biasanya yah biasanyaa. Lama-Banget. Padahal waktu konseling tadi dibilangnya hasil sudah bisa diambil 2 jam setelahnya. Palsu. Yasudah, kita tunggu bebarengan dengan pasien lain yang juga nunggu hasil dari lab lainya. Setelah 1 jam an akhirnya hasilnya keluar. Temen gue di panggil dan dikasih semacam surat (isinya hasil lab) gitu buat dibawa lagi ke klinik VCT. PR banget kan, bolak balik mulu dari ujung ke ujung. #akuwesstrong
Rasanya balik ke klik VCT rasanya jauh banget. Seperti biasa, orang yang sedang nunggu hasil lab selalu dihantui dengan perasaan cemas dan gelisah. Daritadi gue cuma bisa ngeliatin temen gue yang udah pucet sejak diambil darahnya dan mondar-mandir sambil bilang “Nanti kalau gue …” dan andai-andai yang lainnya. Percaya aja guys, kalau kamu merasa gak ngapa-ngapain insyallah aman aja kok hasilnya.
Akhinya kita sampai lagi di klinik VCT dan amplop isi surat dibuka sama petugasnya, dan taraaa ..
hasilnya NON-REAKTIF yang artinya Negatif HIV, ekspresi teman gue perlahan mulai cerah dan berulang kali mengucap alhamdulilah. Gue juga seneng akhirnya kekuatirannya bisa lepas juga. Walaupun belum lepas sepenuhnya sih, dia harus periksa lagi tiga bulan ke depan karena masuk dalam periode jendela. Dan tes di tempat yang sama. Kalaupun mau tes tempat lain harus minta surat rujukan dari rumah sakit yang pertama memeriksa. Begitu katanya.
Petugas menasehati untuk selalu menjaga kondisi badan dan menghindari hal-hal yang memicu reaktivitas dari virus ini. Gue sempet berekpektasi lebih si petugas ini mau ngejelasin lebih mendetail tentang HIV ini. Kapan lagi kan ketemu lagi. Udah bayar lagi. Tapi sayangnya dia cuma memberi nasihat sekuprit alias sedikit doang. Yasudahlah, yang penting hasilnya negatif. Kata temen gue sambil nenangin gue yang gak tahan pengen protes sama petugasnya.
Oh iya, berbeda dengan hasil tes yang pernah gue lakuin dulu yang satu pemeriksaan bisa mendiagnosis Sifilis dan HIV, ternyata di RS Abdoel Moelek hanya untuk HIV saja. Pelayan klinik VCT buka dari jam 8 pagi sampai pukul 2 siang aja. di hari Senin-Sabtu. Jadi kalau mau dateng ke sini better pagi aja men, kalau kesiangan entar ambil hasilnya besok lagi. malah jadi pance kaan …
Memang sih, kesadaran masyarakat sendiri dengan penyakit ini masih sangat rendah. penyakit yang dianggap memalukan banget, aib, murahan, nista gitu gitulah yang sering gue dengar. Terutama di daerah. Di Lampung sendiri Kepala VCT RSUDAM Heni Muharawati bilang dari penderita HIV AIDS yang tercatat di Provinsi Lampung mencapai 1650 orang hanya 450 orang yang melakukan pengobatan di VCT RSUDAM (duajurai.com). Lumayan banyak kan !
Hal-hal semacam ini mengurungkan niat bagi mereka yang memang benar-benar pengen tau kondisinya padahal faktor resiko selalu ada. Sayangnya, kondisi ini gak dibarengi dengan peningkatan kualitas baik dari segi tempat dan pelayanan bagi para pasien ini memeriksakan diri. Ditambah kurangnya informasi yang bisa diakses yang bikin penyakit ini jadi sulit diantisipasi. Semoga informasi ini bermanfaat yah bagi yang membaca dan kedepannya lebih baik lagi yaah..
Lalu yang mau disalahin siapa ?
Gak ada.
Dont ever judge someone based they have or they do or they sin diferenly than you. Make sure you are perfect, first.
have a good day !
Thanks for this inspiring and well written article. Jadi berpikir, di tempat kelahiran saya sudah ada RS yang menyediakan fasilitias test HIV nggak ya? Kasihan banget kalau harus ke ibu kota provinsi untuk tes.