Kembali lagi dengan curhatan hamba sahaya.
Jarang-jarang gue cerita tentang professional life karena keseringan gue memang sengaja nge’hide‘ profil gue yang itu untuk memisahkan dunia ini dengan yang itu. Yaelah banyak kali dunia.
Kalau dari judulnya jadinya ketebak sepertinya, profesi gue apa. Iya benar, gue pengajar. Gak begitu jauh dari profesi Bapak dan Ibu ternyata jiwa mengajar mengalir kuat di darah biru ini. Birunya yah diwarnai sendiri.
Gak kebayang sih dulu, kenapa mau-maunya jadi pengajar, padahal secara personal gue menyukai dunia kreatif dan hal-hal yang memacu ide baru. Bukan hal-hal sistematis dan administratif. Walaupun gue suka work in detail, tapi gue kek gak mau terlibat lebih mendalam dalam dunia keilmuan.
Hal ini berbanding terbalik dengan ‘keharusan’ yang musti dijalani kalau kita memilih profesi ini. Yaitu “Sertifikasi”
Sederhananya, sertifikasi membuktikan kelayakan lo untuk menjadi seorang pengajar professional dalam bidang ini. Terdengar make-sense (karena bidang lain juga mengadposi hal serupa) tapi percayalah untuk menyandang gelar tersertifikasi ini rasanya mau jungkir balik.
Salah satu hal yang tidak gue suka adalah kegiatan administrasinya.
Flashback in 2020, seingat gue waktu itu gue sudah pernah mengajukan sertifikasi (waktu itu) masih semi manual. Sebagian diurus secara online sebagian lagi musti menyiapkan berkas-berkas fisik yang begitu luar biasa banyaknya.
Tidak berekspektasi apa-apa dalam term ini karena memang seperti kata pepatah “Biar seperti air mengalir” tapi justru belum juga sempat mengalir, airnya sudah kering duluan hahaha.
Sad banget.
Niat hati pengen mengikuti dengan sepenuh jiwa, gue udah menyiapkan berkas dengan essay super detail, dan berbekal ketidaktahuan gue (gue berjuang sendiri waktu itu) dan ternyata hasilnya Failed. Hahahaha
Pihak adminstrasi kampus “LUPA’ mengvalidasi berkas gue yang akhirnya berkas gue tidak sampai ke pusat.
aka GUE GAGAL. (BAHKAN SEBELUM IKUT PENILAIAN) PADAHAL UDAH NGURUS BERKAS.
Sedih?
Tentu saja, bukan sedih karena kegagalannya sih. Tapi lebih sedih karena effort yang gue kasih itu amblas di tengah jalan dan rasanya pun luar biasa melelahkan.
Long story short. Gue tutup case ini dan mencoba move on untuk coba lagi tiga tahun kemudian.
Kok bisa lama banget tiga tahun?
Nah itu, yang bikin gue sebenarnya malas dengan kegiatan administrasi. Karena rolenya akan selalu berubah-ubah.
Untuk mengikuti (baru mengikuti loh ya), status kita di PDDIKTI harus ELIGIBLE.
Di tahun 202o, status gue sudah Eligible, dan di 2022 status gue berubah menjadi BELUM ELIGBLE. Cobaan pertama nih bund, yaudah gak papa. kita ikutin saja.
Gue mencoba melengkapi nih syarat-syarat ELIGIBLE salah satunya tes kemampuan dasar (semacam psikotes) gitu deh, yang turn out gue ngulang sampe tiga kali karena score gue gak sampe hahaha.
Ya Allah, asli itu pemborosan. Pemborosan waktu, pemborosan uang, bener-bener deh. Sampai-sampai gue ikut kursus online dan akhirnya baru lulus setelah itu, walau score-nya tidak begitu bagus. Ya sudahlah yang penting lolos aja sudah.
(penting untuk menjaga kewarasan dalam konten ini)-karena emosi saudara akan terbiasa naik turun.
Oke, akhirnya gue mengikuti (baru bisa mengikuti) serdos, dan secara mental mau mengikuti ketika periode buka di tahun 2023, gelombang pertama.
Apakah sesemangat itu, tidak juga. tapi lebih keeee …. Let’s do this dan kita kerjakan dan hempaskan fase ini gitu. Karena jujurly, dengan profesi ini dan tanpa sertifikasi ini dianggap masih sebelah mata oleh ‘pihak’ dan ‘oknum’ lain karena labelingnya cukup kental.
Jadilah gelombang pertama di buka (gue lupa deh akhir maret atau awal april 2023 pokoknya). Meanwhile, semangat gue yang ini tidak dibarengi dengan kesiapan fisik yang mumpuni. Apalagi ini awal-awal bulan puasa.
Mindsetnya dari awal yang salah
Nanti kalau sudah lulus eligible baru diurus akun dan berkas-berkasnya. Gitu.
Dan setelah dinyatakan lulus eligible dan didaftarkan oleh pihak kampus, Astagfirualllahhh berkasnya banyaaaak bangeeet.
Ini menjadi pembelajaran bagi teman-teman yang mau mulai tahap yang sama ini, gue sedikit memberikan simpulan supaya lebih enak merangkumnya.
- Prepare berkas online jauh-jauh hari : kan sudah jelas yah guys, kalau pemberkasan kita ditarik dari sistem yang bernama SISTER BROTHER itu, nah disana banyak berkas yang musti disubmit dan harus match dan bisa dibuka sama assesor (Nah kalau sekarang udah pakai Cloud tuh, gimana lagi dah gue gak terlalu paham). Sebenarnya in kewajiban kita juga untuk pelaporan BKD (kalau kita rajin isi) harusnya tidak menjadi masalah. Nah, masalahnya muncul kalau kita tidak melengkapi berkas ini sedari awal, jadinya pas status eligible di buka, bukannya kita fokus dengan bikin essay dan lainnya, kita merasa insecure dengan isian BKD kita yang tidak lengkap itu. Jadinya kita out of focus. Sedari sekarang kalau memang udah planing mau ikut Serdos, make sure urusan BKD ini selesai dulu dan dibuat sedetail mungkin.
- Buat to do list: Pelajari lebih banyak dan buat to do list. Seperti orang persiapan beasiswa itu, biasanya membuat to do list panjang. Dan menurut gue ini penting sih untuk menghindari hal-hal esensial yang bisa terlewat. Contohnya, dalam bukti mengajar, harusnya kita bisa melampirkan contoh modul yang proper. Nah jangan sampe nih modul kosongan atau belum dittd atau tidak terverifikasi yang nantinya bikin assesor merasa tanda tanya “ini modulnya baru dibikin kali yah?” Hal-hal semacam ini harusnya bisa dihindari. Ingat datanya ditarik dari apa yang sudah ada di BKD aka apa yang sudah saudara upload.
- Buat video pembelajaran yang maksimal: Banyak cara untuk mengunggulkan diri. Gak harus yang gimana-gimana heboh ya. Yang penting harus mengikuti kaidah-kaidah pengajaran seperti Pekerti. dan berpedoman pada RPS yang telah kita buat. Attitude kita di video beneran diperhatiin loh ternyata, dan bisa jadi nantinya nilai plus-plus kamu diambil dari sini. Yah, kita gak tahu proporsi penilaian diambil dari mana sampai akhirnya dianggap lulus, but for me, segala aspek harus diusahakan dengan maksimal. Contoh video pembelajaran gue bisa kalian lihat di sini :
tapi waktu itu gue hanya ngerjainnya seminggu, gue nge-hire videografer supaya gue stressless dan bisa fokus melengkapi data yang lain. Lelah? banget. Secara konsep tetap kita yang memandu, mendirect dan secara konten kita perhatikan dengan seksama. Walaupun setelah diperhatikan eye contact gue failed abis. Sedihh. Dari video ini secara rata-rata video gue hanya dilihat sekitar 7 menit saja oleh Kemendikbud huhu
- Pastikan Keunggulan Kamu: Kalau di sini bilangnya “Karya Fenomenal” terdengar sederhana tapi susah banget merumuskannya. Bukan karena kita gak punya karya yah, tapi kita susah mengkorelasikan karya kita menjadi satu rangkaian cerita yang kita garap secara komperhensip. Sebagai contoh, dibeberapa chanel youtube udah ngebahas karya fenomenal itu kecendrungannya apa. Nah, ada yang merilis buku dan sudah dipublikasi sana sini. Anjaay insecure dong. Berpikir keras kira-kira yang gue buat selama ini proporsinya lebih berat dimana dari Tridharma yang kita punya, dan data dukung yang lo punya lengkap dimana. Ini agak tricky karena memang ‘seharusnya’ karya itu tidak dibikin dadakan (karena bukan tahu bulat). Tapi dibuat secara konsisten dari tahun ke tahun. Asli gue pusing banget dibagian ini karena gue juga bingung apa yang mau gue sajikan. Dan gue dapat idenya tetap last minutes.
- Make sure direvisi sama teman: Intinya jangan kepedean, memang ada rasa rasa confident dan pride kita atas hasil yang kita buat. Tapi percayalah, dengan meminta tolong ke teman terdekat atau bahkan mentor akan sangat membantu untuk menganalisis kesalahan-kesalahan yang kamu buat dan tidak kelihatan sama kamu (sangking lelahnya bund). Gue cukup banyak mendapatkan revisi dari teman dan minta diujikan Turnitin supaya hasilnya bener-bener antiplagiasi. Alhamdullilah lancar.
- Koordninasi dengan pihak kampus: Dalam hal ini konteksnya administrator dan pejabut kampus yah, karena beberapa point membutuhkan keligatan adminsitator dan pihak lainnya. Pejabut juga kita butuhkan untuk mengvalidasi kegiatan ini dan surat pengantar ini akan ditandatangani beliau. Harusnya gak sulit. tapi menjadi ngeselin kalau para adminstator ini tidak standby dan hasilnya banyak pengumuman yang miss. Contohnya yang terjadi sama gue hahaha. memang gak jauh-jauh dari drama. Dalam proses serdos membutuhkan komunikasi antara pihak kampus assesor dan kampus yang dinilai. Kampus gue tidak ada MOU dengan kampus assesor sehingga seharusnya pas pengumuman rilis, disaat orang lain sudah tahu hasilnya, gue masih ditahan pihak kampus assesor karena adminsitrasi kampus belum selesai. Ya Allah ini sumpah ngeselin banget
kata pihak kampus ” Sabar yah mas, kita masih komunikasikan” di sini gue udah pengen ngebalik meja.
Again, kesalahan administratif bukan saja bisa terjadi sama kita, tapi pihak kampus kita perlu direminder juga. I mean. Gue sampai kejadian tidak menyenangkan ini dua kali di tahun yang berbeda, apa namanya bukan keteledoran yah. Nasib baik air mengalir gak keburu kering dan mengalir ke samudera luas. Kesabaran gue diombang ambing di tengah laut rasanya
- Banyak banyak doa dan pintar management waktu: Kita hanya punya waktu dua minggu (in total) untuk melengkapi berkas. Terlihat banyak tapi sebenarnya sangat kurang. Belum lagi kalau masih mengerjakan tugas tambahan, mengajar kelas, dan rapat ini itu. Case gue di bulan puasa, gue kerjain selesai isha sampai menjelang sahur begitu terus berhari-hari sampe lelah banget rasanya. Dan sambil mengerjakan persiapan umroh juga sedangkan kondisi gue harus sehat. Bener-bener masyallah banget. Jangan lupa untuk selalu minta selipkan doa dimanapun, orang-orang terdekat dan support mereka sangat penting. Yah i know, secara statistik, serdos gak serta merta memperbaiki kualitas hidup kita, tapi setidaknya kita telah menyelesaikan tanggungjawab kita dan wujud profesionalisme kita yang dibuktikan dengan bentuk sertifikasi ini..
Pertanyaanya, apakah saya lulus sertifikasi?