Siapa sih yang tidak tahu Way Kambas?
Iya, hampir semua orang pernah mendengar tempat ini. Bahkan waktu itu gue berada di Pulau Jawa pelosok sekalipun, ketika gue tanya Way Kambas, mereka semua menjawab senada
“Yang banyak gajahnya kan?!”
Way Kambas atau Taman Nasional Way Kambas memang sudah sangat tersohor sejak dulu, bahkan sejak gue usia sekolah dasar, nama Way Kambas sering ada di buku-buku pengetahuan umum sebagai salah satu Taman Nasional tertua di Indonesia.
Pekan lalu, gue berkesempatan untuk mengunjungi kembali taman nasional ini. Iya, ini memang bukan kali pertama. Kalau gue hitung-hitung lagi sepertinya kunjungan gue kali adalah kali ketiga.
Masih gue ingat kunjungan sebelum-sebelumnya (sebagai wisatawan biasa, tentunya) suasana di Way Kambas. Mostly, ketika gue ke sana masih banyak semak belukar, hutan-hutan rimbun, kebun-kebun warga, jalanan yang rusak, dan tentu saja gajah-gajah itu sendiri. Beberapa tahun berselang, dan kini gue cukup berekspektasi terhadap berbagai perubahan di Way Kambas.
Bicara soal akses, Taman Nasional Way Kambas sebenarnya tidak terlalu jauh dari Kota Bandar Lampung, hanya memakan waktu sekitar 3 jam dari pusat kota menuju Kabupaten Lampung Timur.
Kabar baik bagi kamu yang memang ingin berkunjung ke sana, misalnya kamu sendiri atau dalam rombongan yang sedikit, bisa menggunakan fasilitas bus damri kota yang disediakan memang khusus untuk kunjungan ke Way Kambas. Hal ini bisa menjadi alternatif buat kamu supaya lebih hemat dibandingkan harus menyewa mobil travel atau membawa kendaran pribadi. Adanya bus damri ini akan membawa kamu sampai tepat di pintu masuk kawasan loh. Asik banget kan! Kabar baik lainnya lagi, akses jalan menuju ke Way Kambas sekarang sudah muluss banget. Perjalanan 3 jam tidak akan terasa, mungkin agak sedikit macet di titik-titik tertentu saja.
Nah, kabar buruknya (hahaha) gue gak tahu tuh dimana tempat kita dapat menjumpai bus jurusan Way Kambas ini. Karena rasanya gaib banget, sesekali berpapasan di tengah jalan di pusat kota, namun tidak pernah terdeteksi pemberhentiannya dimana. Mungkin karena jumlah armadanya terbatas kali yah dan tarifnya sekarang berapa juga gue gak tahu. Denger-denger sih, kamu bisa cari bus ini di Terminal Raja Basa, Bandar Lampung. Oh iya, sangat disarankan untuk membeli tiket secara resmi, supaya tidak ada dusta di antara dirimu dan babang tukang busnya.
Karena perjalanan kali ini gue bersama kelompok studi, gue tidak lantas (lantass?!) langsung menuju TNWKnya (pusat konservasi gajahnya) tapi diajak berkeliling terlebih dahulu ke tempat-tempat anti mainstream yang ada di sekitaran TNWK. Nah, as well as you know. TNWK ini sebenarnya luas banget guys, sangking luasnya gak akan cukup waktu sehari untuk mengitari kawasan ini. Dan memang juga kawasan ini adalah area yang dilindungi, jadi hanya orang-orang dengan keperluan khusus (misalnya penelitian atau liputan) yang bisa memasuki kawasan kawasan ini.
TNWK selain mempunyai penangkaran gajah, juga memiliki pusat konservasi badak. Nah, baru denger kan. Iyah guys, di sisi lain dari TNWK ini ada pusat konservasi badak, International Rhino Foundation. Detailnya bisa kamu baca di sini. Ada beberapa badak yang dirawat dan dijaga kelestariannya dan habitatnya supaya tidak punah. Bahkan TNWK ini sekarang menjadi Taman Warisan ASEAN loh, Bangga kan!
Aktivitas pertama gue sesampainya di sana adalah menanam pohon, loh kok?
Jadi memang kegiatan yang gue ikuti adalah wujud kepedulian terhadap konservasi hutan dan hewan. Gue dikasih beberapa bibit pohon yang notabene adalah pohon kesukaan dari si gajah dan badak. Penanaman pohon ini dilakukan di sekitar lintasan gajah, which is kalau pohon ini nantinya sudah besar, si gajah-gajah yang lewat jalan ini bisa sekalian makan deh. Salah satu hal lain yang bikin gue amaze adalah pihak-pihak TNWK yang sangat aktif berkontribusi dalam upaya pelestarian ini, salah satunya yah dalam kegiatan menanam pohon ini.
Tapi kamu tahu gak sih guys, menanam pohonnya gak sekedar menanam pohon loh! Ternyata digunakan semacam pupuk juga yang merupakan olahan dari kotoran gajah dan badak. Waktu gue tanya kenapa, yah biar kotoran-kotoran hewan ini tidak menjadi limbah dan bisa diolah apabila ditangani dengan tepat. Selama ini penggunaan pupuk menggunakan jenis sampah dedaunan atau pupuk biasa saja.Uji coba penggunaan kotoran gajah dan badak ini masih tahap penelitian loh, jadi kalau ini berhasil tentu saja akan sangat nyata manfaatnya.
Selepas menanam pohon, saatnya menuju penangkaran gajah. Ini sih sebenarnya tujuan mainstream yang bisa siapa saja masuki kalau berkunjung ke Way Kambas. Nah, disini wisatawan bebas untuk berselfie-selfie menunggangi gajah, beli oleh-oleh atau sekedar duduk-duduk sambil kumpul-kumpul bareng keluarga (piknik gitu). Gue sama sekali tidak tertarik aktifitas semacam ini, dan gue memutuskan untuk berkeliling-keliling.
Tidak banyak yang bisa dilihat di seputar kawasan wisatawan ini, dan tidak banyak juga fasilitas yang bisa digunakan untuk sarana wisata para pengunjung. Ini sih yang sangat gue sayangkan, dimana sebenarnnya fasilitas itu ada, namun tidak terawat atau tidak dikelola dengan baik. Misalnya nih prosotan anak-anak ini, prosotan ini udah sampai karatan men, gimana kalau anak kecil pengen main dan dia terjatuh atau gimana yang menyebabkan doski terluka, ini kan bahaya banget. Belum lagi di sekitaran sini juga ada semacam gedung pertunjukan. Dulu sih belum ada kayaknya waktu gue kesini, tapi belum juga lihat keindahannya, eh gedungnya hancur duluan sangking tidak ada perawatannya.
Gue gak ngerti sistem pengelolaan TNWK sektor pariwisatanya ini bagaimana, sering gue melihat diiklan-iklan tv sepersekian detik yang menunjukkan eksotisme TNWK. Yah, ekspesktasi pengunjung bisa langsung down kalau lihat ternyata kondisinya seperti ini. Ini sebatas perspesktif gue sebagai seorang pengunjung yah. Belum lagi kesadaran masayarakatnya, banyak banget warga yang pikinik-piknik asoy di pinggir kolam pemandian gajah, sambil makan snack bahkan makan berat, tapi setelah itu men, penyakit masyararakatnya kambuh. Buang sampah sembarangan, bahkan ada yang sampai bertaburan masuk ke dalam kolam. Padahal papan himbauan dan kotak sampah lumayan tersedia kok.Belum lagi beberapa pengunjung yang merokok di sembarang tempat, gue sempat menegur seorang pengunjung yang sengaja merokok sambil mengelus-elus gajah. Halow! Sepele sih bagi kamu yang ngelakuinnya, tapi bikin gedeg orang yang melihatnya. Yah balik lagi sih, kesadaran mahal harganya.
By the way, bagi kamu para wisatawan luar kota/mancanegara yang memang pengen berkunjung ke TNWK ini, bisa juga loh menginap di sini. Tersedia fasilitas penginapan sudah tersedia dan bisa menampung banyak orang. Nah, asik tuh malam-malam kalau mau safari malam atau pagi hari ikut mandikan gajah bisa jadi moment yang terlupakan. Soal harga sewanya, hmmm.. boleh digoogling yah
Salah satu yang paling gue excited dari kunjungan kali ini adalah ke rumah sakit gajah. Men, rumah sakit gajah itu dalam bayangan gue mirip rumah sakit pada umumnya. Hahah tapi ternyata enggak. Yah, mirip-mirip kandang gajah juga, cuma terfasilitasi untuk penanganan kasus darurat/ membahayakan gajah. Rumah sakit gajah ini juga dilengkapi dengan peralatan yang oke kok, tempatnya bagus, tinggi dan besar sekali. Terdapat dua dokter hewan dan beberapa perawat gajah dan pawang gajah yang siap membantu apabila terjadi insiden yang melukai gajah. Sayangnya tempat ini tidak dibuka untuk umum yah, hanya dengan kepentingan saja yang diperbolehan masuk ke daerah sini.
Nah ngomongin insiden, di TNWK ini juga masih sering loh terjadi konflik yang melibatkan gajah dan manusia. Yang salah siapa? Sialakan kamu tebak sendiri yah haha. Banyak cerita yang bilang kalau si gajah liar masuk ke kawasan perkebunan penduduk untuk mencari makan, warga banyak yang marah karena kebunnya dirusak, sangking keselnya banyak gajah yang akhirnya di buru/bahkan di bunuh. Oleh karena itulah, adanya pawang gajah dan gajah jinak yang memediasi (ceileh) keduanya supaya konflik ini tidak berkepanjangan.
Katanya sih penduduk lokal sekitaran kawasan udah pada aware kalau gajah memang tidak untuk dibunuh atau disakiti, sudah naluriah gajah untuk mencari tempat dimana sumber makanan itu berada. Manusia-manusia nya ini yang justru kurang peka dalam menghadapai gajah-gajah ini. Ada juga bahkan manusia manusia provokatif yang justru memanfaatkan kondisi ini untuk memburu gajah dengan alasan merusak tadi, padahal punya unsur kepentingan sendiri, seperti mengambil gadingnya, yang kalau dijual memang bikin kamu cepat kaya raya. Dilematis yah..
For your information, jumlah gajah di sini sekitar 200 an ekor dengan jumlah gajah jinak sekitar 65 ekor. Jangan berekspektasi gajah ini ngumpul semua kayak di Afrika sana itu yah, gajah-gajah ini tersebar di berbagai pelosok hutan, terutama gajah liar. Gajah-gajah jinak, biasanya didampingi oleh seorang pawang yang mengajarinya banyak hal. Jangan kaget juga kalau kamu lihat gajah-gajah yang kakinya dikerangkeng, bukan maksud untuk menyakiti, hanya untuk membatasi ruang gerak gajah saja. Beberapa gajah kecil layaknya anak kecil manausia, mereka doyan bermain-main. Nah, karena belum tahu bahaya dan sebagainya, dikuatirkan gajah-gajah ini masuk area-area yang tidak seharusnya, misalnya kubangan lumpur, jurang, atau kolam bahkan masih ada gajah yang mengamuk kalau didekati manusia karena sifat liarnya masih ada.
Gue pribadi dari dulu sangat menyukai gajah, my favorite animal in this world. Walaupun besar tapi bisa menunjukkan keeleganan, kelemah-lembutan dan kesantunan apabila orang lain bersikap baik kepadanya. Gue memegang gajah-gajah kecil, mengusap-usap kulit kepalanya yang kasar, dan duduk bareng sambil makan beberapa potong pisang. Touch in personal is always awesome. God, thanks you fill my soul again.
Gue percaya bahwa setiap perjalanan memberikan gue banyak arti dan pengalaman. TNWK menjadi salah satu tempat yang mengajari gue banyak hal tentunya. Belajar bukan hanya dari manusia, tapi hewan-hewan pun mengajarkan banyak hal lebih kepada kita.
Selamat berkunjung, sempatkan mampir yah ke Way Kambas!
Tabik pun!