“kalau makan itu dihabiskan, pertanggungjawabkan apa yang kamu ambil dan tolong dihabiskan”

Kira-kira begitulah kalimat yang meluncur langsung dari seorang teman ketika kami makan bersama di sebuah buffet restoran (prasmanan) beberapa waktu lalu. Selepas gue yang menggerutu karena ternyata gue kebanyakan ambil salad dalam sebuah piring besar.

Why?

Waktu itu gue masih bertanya-tanya mengapa gue harus susah-susah habiskan makanan? toh semua menu di restoran ini di desain all you can eat. Seberapapun gue makan banyak atau sedikitnya tidak akan berpengaruh dengan restoran ini. Terlebih lagi, kita sudah bayar.

Jujur gue malu, waktu itu konsep hidup gue masih “Indonesia” banget kalau kata orang. Seseorang yang memiliki uang adalah rajanya. Bebas melakukan apa saja, dan berlaku apa saja, termasuk kepada makanan.

Hal ini juga sering gue perhatikan, misalnya ketika breakfast di sebuah hotel dengan menu yang sangat variatif. Sangking variatifnya kita sendiri pasti akan bingung harus memulai breakfast kita dengan menu yang mana. Mostly, hampir seluruh tamu akan membabi buta mengambil semua menu makanan yang disajikan tanpa berpikir bakal habis atau enggak.

Setiap di tanya

“kok, makanannya gak dihabiskan?”

Dengan entengnya doski bakal jawab ” hehe, sudah kenyang” atau paling mainstem yah “kan udah bayar”

Ini bukan masalah kamu bisa bayar atau enggak makanan itu men, tapi soal esensi dari suatu makanan itu sendiri. Makan adalah aktivitas pemenuhan gizi dan nutrisi untuk kebutuhan tubuh setiap hari. Ingat, kebutuhan tubuh bukan kebutuhan mulut atau mata.

Kalian juga pasti bosen kalau gue bilang “Di luar sana, masih banyak yang membutuhkan”

Tapi pernahkah kalian berpikir kemana larinya makanan-makanan yang kalian sisa-sisakan ini?

Yap, tong sampah.

Dalam sebuah kasus di dunia pe-resto-an. Kita tidak bisa mengatakan makanan sisa ini adalah makanan sisa, karena memang dasarnya makanan ini masih sangat layak untuk dikonsumsi. Mungkin, kebijakan beberapa hotel dan restoran memang mewajibkan makanan sisa ini untuk dibuang karena dikuatirkan memberikan dampak buruk bagi kesehatan  atau berupaya mengolah kembali makanan sisa ini. Entah itu dalam bentuk yang lain.

“Kok tidak dibawa saja oleh karyawannya”

Sayangnya, tidak bisa. Sebuah hotel atau restoran melarang pegawainya untuk membawa sisa makanan dengan alasan tertentu. Yah, kita gak bicara masalah regulasi per-hotelan karena itu kebjikan masing-masing.

Tapi bagaimana dengan kita sendiri? Kita sebagai pengkonsumsi utama dalam rantai makanan ini?

Contoh praktisnya adalah ketika ada hajatan/kondangan. Mungkin mulai sekarang kamu perhatikan, berapa banyak para tamu akan mengambil porsi makanan dalam satu piring dengan menu yang banyak itu. Iya sih, kapan lagi makan enak. Tapi bukan berarti alasan makan enak jadi alasan untuk menjadi ‘makan brutal’. Dan endingnya pun bisa ditebak, piring-piring dengan sisa lauk yang bertebaran di bawah-bawah kursi kalian.

Kalian nyesel. Gue rasa enggak.

Memang susah untuk mengubah suatu kebiasan menjadi suatu #AksiBaik yang bisa dipraktikkan dan dicontoh banyak orang. Tapi dengan memberikan contoh pada diri kita sendiri dulu, secara tidak langsung, orang lain akan ikut ter-influence dengan apa yang kita lakukan. Persis apa yang seperti teman gue lakukan ke gue yang sampai sekarang masih terngiang-ngiang.

Dulu, gue sangat anti sekali membawa makanan sisa dari menu yang gue makan ketika berada di sebuah restoran. Kayaknya, gengsi aja gitu kayak orang susah aja makan gak habis harus dibawa pulang. Men, pada kenyataannya gue memang orang susah, dan hidup gue makin susah karena gue kegedean gengsi.

Sayangnya, menyisakan makanan di atas piring dianggap budaya ‘elegan’ karena kita tidak ‘terlihat’ terlalu menggebu-gebu menyantap makanan enak, seolah terbiasa makan makanan enak. Padahal setelah makan, masih terasa lapar lagi.

Come on!

Perlahan gue mengubah kebiasan buruk gue ini, tidak gampang memang, bukan berarti tidak bisa. Setiap gue makan di restoran dan gue merasa cukup full saat itu, gue akan meminta dibungkuskan saja sisanya. Awalnya, malu. Pasti. Tapi percayalah, pihak restoran sudah paham dan mereka akan mengamini bahwa yang kita lakukan bukan ‘norak’ tapi lebih ke mengapresiasi/menghargai makanan.

Selebihnya, mau makanan tersebut kamu konsumsi kembali atau diberikan kepada orang lagi. Its up to you. Much better dibandingkan harus berakhir di tong sampah.

Setiap kondangan pun, menu yang akan gue ambil dengan menakar kebutuhan makan gue hari itu. Mungkin, kalau dalam posisi lapar bangeet, gue akan kalap untuk mengambil makanan dalam porsi besar. Tapi kembali lagi, gue akan mencoba untuk mempertanggungjawabkan apa yang gue ambil dengan menghabiskan makanan tersebut.

Langkah keren lainnya, bagi kamu yang merasa sudah terlalu banyak menyisakan makanan selama ini, kamu bisa loh menyalurkan makanan kamu melalui Food Bank salah satunya Food Bank of Indonesia ( http://foodbankindonesia.org ) yang akan membantu kamu dalam mengelola makanan sisa kamu baik itu makanan awetan/makanan baru. Berita baiknya adalah makanan-makanan ini akan disortir dan didistibusikan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Pastinya akan lebih bermanfaat bukan?!

Lalu, gimana dengan makanan yang ternyata tidak enak?

Yah, ini juga sering terjadi. Ketika coba-coba menu makanan baru di tempat yang baru, kita berekspektasi bahwa makanan tersebut akan sesuai dengan selera kita, walaupun kenyataannya tidak. Dont, push your self too hard. Berupaya untuk tidak menyia-nyiakan makanan sudah sangat baik apabila sudah menjadi niatan kamu, tapi jangan menyiksa diri juga. Hal terakhir yang bisa gue lakukan adalah MINTA MAAF. Yah, gue minta maaf kepada makanan tersebut dan mengumpulkannya di satu sisi piring supaya mudah untuk dibersihkan.

Hal-hal gue paparkan mungkin sepele, cuma sayangnya perilaku kurang mengapresiasi makanan ini mudah sekali kita temui di banyak tempat. Terakhir gue kemarin ketemu pasangan muda mudi yang makan menu cepat saji di restoran, keduanya tampak malu-malu menyantap makanan dan berakhir dengan sisa makanan yang mereka tinggalkan begitu saja. Duh, kalau tahu mencari uang untuk membeli makanan itu pastinya tidak akan disisa-sisakan deh. Karena biasanya bagi yang tahu betapa sulitnya menghadapi kehidupan ini, pastinya akan menghargai hal-hal kecil termasuk membeli makanan ini.

Buat kamu ngaku kaya tapi masih  membuang-buang makanan? Yah, introspeksi diri saja. banyaknya uang ternyata tidak berbanding lurus dengan mental dan perilaku kamu yang “Indonesia” banget itu. Arogansi bisa muncul dari mana saja, gak hanya antar manusia satu dengan manusia lainnya. Bahkan arogansi kamu pun bisa tercermin dari cara kamu dalam memperlakukan makanan.

Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang bersyukur.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *