Sabtu (11/06/2016), langit Jakarta pukul tiga sore masih terasa terik dan menyengat. Lalu lalang kendaraan mulai tampak padat dari berbagai ruas jalan dan baris berbaris membentuk kemacetan. Yah, beginilah Jakarta. Hari-hari dimana tanggal merah tidak terasa merah atau hari biasa bisa jadi luar biasa, kecuali ketika hari raya.
Sore itu, setelah berkeliling museum dan belajar membatik bersama dengan Pak Darmini di Museum Nasional. Gue berencana menghabiskan waktu menjelang berbuka puasa dengan berjalan santai (ngabuburit) di sekitaran kota Jakarta. Terlalu mainstream untuk menghabiskan waktu di mall, pergi ke bioskop, atau hanya jalan-jalan cari angin di Monas. Akhirnya gue memutuskan untuk mengunjungi Candra Naya.
Tidak banyak warga Jakarta atau para pendatang tahu tentang Candra Naya. Termasuk gue. Sebelumnya, gue atau mungkin beberapa dari kalian hanya tahu seputar wisata museum-museum, taman bermain, dan kawasan Kota Tua sebagai destinasi wisata Jakarta yang sekarang ramenya udah gila-gilaan. Tapi, Candra Naya bener-bener beda broh !
Candra Naya merupakan bangunan bersejarah berbentuk rumah yang menjadi saksi perjalanan etnis Tionghoa di Batavia. Bangunan ini (dulunya) adalah bekas kediaman bangsawan terkenal bernama Mayor Khouw Kim An. Beliau adalah Mayor Tionghoa yang terakhir di Batavia, pada pemerintahan tahun 1910-1918 dan diangkat kembali pada tahun 1927-1942. Candra Naya diperkirakan didirikan sekitar tahun 1807 oleh Khouw Tian Sek dalam rangka menyambut kelahiran anaknya yang bernama Khouw Tjeng Tjoan setahun kemudian. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti kapan didirikannya Candra Naya karena tidak banyaknya bukti yang kuat menceritakan sejarah berdirinya Candra Naya ini. Dan singkat cerita, bangunan ini sekarang menjadi salah satu warisan cagar budaya Provinsi DKI Jakarta. Wih !
Berlokasi hanya sekitar sekitar enam menit saja dari tugu monas (tanpa macet tentunya) Candra Naya sangat mudah di jangkau dan secara administratif bangunan ini berlokasi di Jalan Gajah Mada No 188, Jakarta Barat.
Hal pertama yang paling unik ketika mengunjungi Candra Naya adalah bangunan ini seolah “tersembunyi” pandangan mata para pengunjungnya karena sepanjang jalan Gajah Mada tidak ada satupun petunjuk jalan yang mengarah ke Candra Naya. Bagi kamu yang bepergian menggunakan angkutan umum (Trans Jakarta) ataupun kendaraan pribadi, cara yang paling mudah untuk mencapai lokasi ini adalah dengan berhenti di Halte Mangga Besar. Di sebelah kiri halte terdapat Hotel Novotel yang merupakan lokasi dari Candra Naya. Lebih jeli untuk melihat sekitar yah, karena Candra Naya sama sekali tidak telihat dari luar atau jembatan penyebrangan halte Trans Jakarta, bahkan sampai kamu berada di pinggir jalan Gajah Mada.
” Loh ? kok di hotel ? “
Yes, benar sekali. Candra Naya terletak persis di tengah bangunan kawasan superblok Green Central City milik Hotel Novotel dan tenggelam di antara gedung-gedung pencakar langit. Sejenak mengingatkan gue pada film UP produksi PIXAR itu tuh, dimana rumah milik Mr. Carl Fredericksen kejepit di tengah-tengah kemoderenisasian pembangunan sebelum akhirnya diterbangkan sendiri pakai ribuan balon udaranya. Candra Naya juga hampir persis sama. Cuma jangan dibayangkan bakal terbang juga yah.. hehe. Agak sedih sih melihat kondisi Candra Naya, (seharusnya) bangunan cagar budaya semacam ini bisa lebih dilestarikan dan diperhatikan, tanpa mengabaikan sejarahnya. Dulu (katanya) selain Candra Naya, terdapat dua bangunan lainnya yang berdiri di sekitar Candra Naya. Bangunan itu sekarang sekarang sudah beralih fungsi menjadi SMA Negeri 2 Jakarta dan bangunan lainnya yaitu bekas gedung Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok yang sekarang sudah gak ada sisanya.
Walau terletak tidak jauh dari pinggiran jalan Gajah Mada yang sangat ramai dan padat. Suasananya di sekitar Candra Naya jauh berbeda. Diselingi semilir angin yang sejuk, memandang Candra Naya dari kejauhan sepintas terlihat seperti bangunan rumah kecil sederhana saja. Bangunan dengan ornamen khas tionghoa beratapkan genteng merah dengan kedua ujung yang melengkung, biasa di sebut Atap Ekor Walet. Di sisi depan rumah terdapat pilar-pilar kokoh yang menyangga bangunan dan pintu utama besar dengan dua buah jendela di sisi kiri dan kanannya yang memiliki warna senada. Di bagian atas terdapat juga lampion-lampion merah yang menggantung dan beberapa pigura kaca yang berisi sejarah Candra Naya dan riwayat sang pemilik rumah. Cantik.
Memasuki bagian dalam rumah, baru terasa aura kemewahan dalam setiap bagian dari rumah ini. Lantai marmer yang masih terawat dan mengkilap, pintu dan jendela yang terbuat dari kayu bercat hitam yang kuat , ukiran-ukiran atap bangunan yang sangat detail dan berciri khas oriental mempertegas bahwa sang pemilik merupakan orang yang berwawasan luas, bermartabat tinggi, dan bercita rasa seni. Bahkan di bagian tengah ruangan terdapat langit-langit dengan atap transparan dengan hiasan lampion dan naga-naga kecil yang menggantung. Apabila sore hari tiba, sinar matahari akan masuk menerobos langit langit dan terpantul lantai marmer dan memancarkan cahaya keemasan ke setiap sudut ruangan. Sungguh indah dan berkelas.
Tidak banyak barang peninggalan yang bisa dilihat, karena memang Candra Naya bukanlah sebuah museum. Hanya terdapat beberapa ruangan besar dan kosong dengan beberapa hiasan dinding dan beberapa lemari dengan dupa dan patung budha tempat untuk beribadah. Di halaman belakang rumah terdapat teras kecil menghadap kolam ikan besar lengkap dengan air mancur dan patung katak yang mengelilinginya. Ikan-ikan koi dan beberapa kura-kura yang saling berkerumun dan pohon-pohon besar yang menaunginya menambah suasana asri dan sejuk di rumah ini. Sepertinya ini adalah spot favorit untuk menjamu tamu atau berkumpul dengan keluarga di waktu itu.
Di sisi sayap bangunan kiri dan kanan, masih terdapat ruangan-ruangan besar lain. Ada ruang para selir dan anak-anak, ruang pelayan dan beberapa ruang kamar yang sudah tidak terpakai dan dibiarkan kosong. Terdapat juga ruang dapur yang sudah beralih fungsi menjadi kafe-kafe kecil menyajikan menu-menu khas tionghoa. Sayang, saat ini masih dalam kondisi berpuasa jadi tidak bisa mencicipi menunya langsung deh. Dan masih banyak spot-spot lainnya dari Candra Naya yang instagramble atau untuk para penggemar fotografi. Dan yang paling asik di sini tidak kenakan biaya untuk berkunjung alias Gratiss !!!
Keberadaan Candra Naya juga sepertinya cukup menguntungkan bagi pihak hotel, karena bangunan nya yang iconik ini menjadi nilai tambah untuk wisata budaya dan promosi untuk para wisatawan yang berkunjung ke Jakarta. Asalkan tetap dijaga kebersihan dan keindahannya yah.
Suasana Candra Naya mungkin memang tidak seperti dulu, tapi kamu masih bisa merasakan feel-nya, masih merasakan aura kemewahan bangsawannya, dan aura kedamaiannya yang membuat kamu nyaman untuk sekedar duduk-duduk, berlama-lama menikmati nuansa romantisme khas tionghoanya dan menghabiskan waktu di Candra Naya.
Selamat berkunjung !
Location detail :
Candra Naya – Jalan Gajah Mada No. 118, Jakarta Barat (Kompleks Green Central City, Novotel Gajah Mada)
Well written and balanced article. A good read, Yi!